Terlepas dari pro kontra tentang video game, anak-anak jaman now meskipun dilarang atau dibiarkan dengan terang terangan atau sembunyi pada suka memainkan video game disamping tetap menyukai media social seperti FB, WA dan IG.
Sebagai manusia secara naluri tidak ingin hidup dan melakukan segala sesuatunya sendirian. Gamer juga butuh teman untuk bermain, seru-seruan ngobrol, tertawa dan berpetualang bersama orang lain meskipun di dunia maya dengan perantara video game.
Perkembangan video game sepertinya memang terus menyasar potensi Social Network. Seiring perubahan jaman, tersedianya sarana komunikasi dan peningkatan kecepatan internat banyak gamer yang merasakan sekarang ini makin langka game yang bisa dimainkan multi player offline. Keadaan terus berubah dari era permainan split screen ke LAN party dan sekarang kebanyakan game baru hanya mendukung single palyer story atau multi player online.
Banyak yang menganggap kalau video game hanya berefek buruk untuk anak-anak. Pendapat itu memang tidak sepenuhnya salah. Video game bisa membuat anak kecanduan sehingga menghabiskan hampir seluruh waktu untuk main game, hidupnya seolah berada di dalam dunia maya sehingga terlihat sering melamun itu bisa terjadi karena setiap yang dilihatnya dalam kenyataan secara tidak sadar otak mengaitkannya dengan apa yang dialami di dunia virtual. Sebagian yang lain bisa kita lihat di sekitar kita anak-anak jadi pemboros yang menghabiskan uang untuk membeli kuota dan juga membeli item yang dijual dalam game online. Ada juga yang sampai mengalami gangguan fisik seperti kerusakan syaraf mata, pergelangan tangan dan leher bagian beakang. Bahkan WHO menetapkan kecanduan game sebagai sebuah penyakit secara resmi dan perlu penanganan khusus.
Sebenarnya video game juga punya sisi kebaikan selain tentu saja menghasilkan uang bagi orang berbisnis dengannya. Ada video game yang bisa dipakai untuk belajar seperti misalnya belajar ngetik dengan Typer Shark, ada juga game driving simulator yang bisa dipakai untuk belajar mengemudi. Sebagian orang bahkan mengaku belajar bahasa asing dari video game lebih menyenangkan dan lebih mudah nyantol karena ada "peristiwa" yang jadi latar belakang untuk setiap kosa kata baru yang ditemukan. atau yang dalam dunia pendidikan belajar seperti ini disebut Context-based Learning.
Dibandingkan media sosial ain seperti Facebook, Whatsapp dan lainnya yang hanya fokus untuk bisa berkirim pesan text, gambar dan video, game online menawarkan lebih. Selain text dan suara percakapan ada petualangan yang bisa dirasakan bersama, mencapai target dan menyelesaikan misi bersama. ini sepertinya jauh lebih seru dibandingkan sekedar chating, membaca text dan berimajinasi apalagi secara liar dan tolol sampai klimax, kan tolol. Waxaxa..
Kembali ke soal kegemaran manusia sekarang terhadap media sosial, dan tidak bisa dipungkiri bahwa gamer juga butuh teman untuk bermain, maka sepertinya tepat jika video game ini pun bisa menjadi Media Sosial yang baik. Lewat game kita bisa berpetualang dan chat atau ngobrol via headset sehingga kita bisa menemukan teman dan relasi baru dalam permainan online tanpa batas jarak, waktu dan umur. Bermula dari kegemaran yang sama, sering main game bareng biasanya orang lalu penasaran dan ingin bertemu di dunia nyata. Cepat atau lambat akan timbul rasa saling percaya sehingga memungkinkan untuk menjalin pertemanan atau bahkan menjadi relasi bisnis yang baik tidak sekedar di dunia maya tapi juga di alam nyata.